Namanya Awan. Lahir di hari Jumat Pon, di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah dan suara burung di pagi hari. Sejak kecil, Awan berbeda dari anak-anak lainnya. Ia tak banyak bicara, lebih suka memperhatikan dan mendengarkan. Tapi setiap kali ia berbicara, orang-orang mendadak diam, memperhatikan. Karena ucapannya tenang, dalam, dan terasa jujur dari hati.
"Anak itu kayak air," kata ibunya suatu malam, "tenang… tapi bisa jadi penenang bagi siapa pun yang dekat dengannya."
Awan tumbuh jadi sosok yang rendah hati, penuh empati, dan punya kepekaan yang luar biasa. Ia tak tahan melihat orang kesusahan. Pernah suatu hari, ia berhenti pulang dari sekolah hanya untuk membantu nenek tua menyeberang jalan. Tak ada yang menyuruh, tak ada yang melihat tapi Awan melakukan itu karena hatinya bergerak.
Namun, di balik semua sisi baik itu, Awan sering merasa asing di tengah keramaian. Ia lebih memilih ruang-ruang sepi. Kadang, orang mengira ia sombong, padahal tidak. Ia hanya lebih nyaman dengan keheningan.
Masalah cinta? Awan pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang lahir di Rabu Pahing. Mereka berbeda tapi saling melengkapi. Kata Primbon, pasangan dengan neptu 13 dan 16 akan serasi. Ternyata benar. Mereka tidak selalu mulus, tapi mereka saling belajar dan bertumbuh. Hubungan mereka seperti air dan tanah: tenang, menghidupi, dan membumi.
Tentang rezeki, Awan tidak pernah kaya raya. Tapi hidupnya selalu cukup. Pelanggan datang silih berganti. Ada saja orang baik yang membantunya saat ia butuh. Kadang ia merasa kekurangan, tapi ibunya selalu mengingatkan, "Rezeki itu bukan cuma uang, Wan. Hati yang damai itu juga rezeki."
Kini Awan menjalani hari-harinya sebagai penggiat komunitas seni di desanya. Ia tetap tenang, tetap sederhana. Tapi dari ketenangannya itulah banyak orang belajar arti sabar, empati, dan bersyukur.
Jadi, apakah kamu juga seperti Awan?
Lahir di Jumat Pon, atau mengenal seseorang dengan watak serupa. Diam-diam punya pesona, pendiam tapi penuh makna?
Disclaimer:
Cerita ini adalah karya fiksi yang terinspirasi dari kepercayaan budaya Jawa tentang weton. Seluruh tokoh, kejadian, dan alur cerita bersifat rekaan dan tidak menggambarkan individu tertentu. Ramalan watak, jodoh, dan rezeki berdasarkan weton ditulis sebagai bentuk pelestarian budaya, bukan sebagai patokan mutlak dalam mengambil keputusan hidup.
Gunakan cerita ini sebagai refleksi dan hiburan, bukan sebagai penentu nasib.
Posting Komentar
Posting Komentar